Jumat, 06 Februari 2015

Nematoda Entomopatogen



1. Taksonomi dan Karakter Morfologi
Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super famili Rhabditoidea, ordo Rhabditida. Steinernematidae dan Heterorhabditidae masing-masing family hanya terdiri dari satu genus, yaitu berturut-turut Steinernema dan Heterorhabditis (Poinar 1979; Woodring & Kaya 1988; CABI 2002), tetapi menurut Kaya dan Stock (1997) Steinernematidae memiliki dua genus, yaitu Steinernema dan Neosteinernema.
Ordo Rhabditida tidak memiliki stilet. Alat pencernannya terdiri dari stoma, esophagus yang terdiri dari corpus (pro- dan metacarpus), isthmus dan bulb, dan saluran pencernaan. Pori eksretori Steinernamatidae teletak di depan cincin syaraf, sedangkan Heterorhabditidae di belakang cincin syaraf. Ukuran tubuh Steinernematidae bervariasi, dengan diameter 23-45 mikron dan panjang 438- 1448 mikron, sedangkan Heterorhabditidae diameter 24-29 mikron dan panjang 520-800 mikron (Wouts 1991).
2. Siklus Hidup
Nematoda mengalami perkembangan dari telur, juvenile, kemudian menjadi dewasa. Pada umumnya mengalami empat kali pergantian kulit sebelum dewasa. Pergantian kulit terjadi di dalam telur, di lingkungan luar, dan di dalam tubuh serangga inangnya ( Poinar 1979; Wouts 1991).
Siklus hidup nematoda entomopatogen biasanya terbagi dalam dua fase, yaitu fase infektif dan fase reproduktif. Fase infektif adalah fase larva III atau disebut juvenil infektif (JI) yang dikenal sebagai dauer juvenile yang secara morfologi dan fisiologi teradaptasi untuk tetap hidup dalam jangka waktu yang lama di lingkungan luar sampai menemukan serangga inangnya, kemudian mencapai fase reproduksi di dalam tubuh serangga inangnya (Poinar 1979; Wouts 1991; Kaya & Stock 1997).
Tubuh JI masih terbungkus dalam kutikula larva II yang berfungsi sebagai pelindung dari gangguan lingkungan fisik, mikroorganisme dan invertebrata yang lain. Fase infektif ini merupakan fase yang paling penting, sebab JI dapat aktif mencari serangga inang. Setelah menemukan inang, nematoda akan masuk kedalam tubuh serangga inang dengan cara melakukan penetrasi melalui lubang alami (mulut, anus, dan spirakel) atau kutikula yang tipis. Di dalam rongga tubuh serangga inang, nematoda melepaskan bakteri simbion, dan akan menyebabkan kematian serangga inang dalam waktu 24-28 jam (Poinar 1979; Wouts 1991; Kaya et al. 1993a; Kaya & Stock 1997).
Fase reproduktif antara Steinernematidae dan Heterorhabditidae terdapat perbedaan. Genarasi pertama Steinernematidae yang dihasilkan di dalam tubuh serangga inang terdiri dari nematoda betina dan jantan, sedangkan generasi pertama dari Heterorhabditidae merupakan hermafrodit, dan generasi berikutnya menghasilkan nematoda betina dan jantan (Poinar 1979; Kaya & Stock 1997).
Nematoda akan memproduksi satu sampai tiga generasi di dalam inang yang sama dan memproduksi generasi baru dalam waktu 7-10 hari. Setelah nutrisi habis JI akan keluar dari tubuh inang, dalam jumlah ratusan sampai ribuan untuk mencari inang yang baru (Poinar 1979; Wouts 1991). Biasanya JI Steinernematidae keluar dari tubuh inangnya dalam 8-10 hari setelah terinfeksi dan JI Heterorhabditidae keluar setelah 14-15 hari (Wouts 1991).
3. Simbiosis Mutualisme
Steinernamatidae dan Heterorhabditidae dapat menginfeksi dan membunuh serangga dengan bantuan bakteri simbion. Steinernematidae bersmbiosis dengan bakteri Xenorhabdus spp. sedangkan Heterorhabditidae bersimbiosis dengan bakteri Photorhabdus spp. (Molina et al. 2007). Xenorhabdus dan Photorhabdus adalah bakteri gram positif (Forst et al. 1997a). Interaksi antara nematoda dan bakteri simbion dapat memberikan beberapa keuntungan, di antaranya yaitu membunuh inang secara cepat karena terjadinya cepticemia, menyediakan nutrisi serta terciptanya lingkungan yang cocok bagi perkembangan dan reproduksi nematoda. Biasanya bakteri simbion ini sangat spesifik terhadap jenis nematode tertentu. Nematoda berasosiasi dengan bakteri secara mutualistik, yaitu masing masing saling bergantung dan membutuhkan. Bakteri tidak dapat hidup dan tidak pernah ditemukan secara tersendiri di alam selain di dalam tubuh nematoda. Nematoda mendapatkan nutrisi sangat bergantung pada produktivitas bakteri. Selain itu, nematoda memberi proteksi dan sebagai vektor bagi bakteri dari satu inang ke inang yang lainnya, sedangkan bakteri dapat mematahkan mekanisme pertahanan serangga inang terhadap infeksi nematoda dengan toksin yang dihasilkannya (Poinar 1979; Wouts 1991; Kaya et al. 1993a).
Bakteri simbion ini terdapat di dalam saluran pencernaan JI dan mengeluarkan protein antibiotik (bakteriosin), yaitu senyawa anti mikroba yang dapat menekan kolonisasi mikroba sekunder pada serangga inang (Poinar 1979). Biasanya sel bakteri mulai dilepaskan ke dalam hemolimfa serangga setelah nematoda entomopatogen masuk kedalam tubuh serangga. Saluran pencernaan nematoda yang semula tertutup mulai aktif bekerja. Sel-sel bakteri berkembang biak, kemudian mematikan serangga akibat toksin yang dihasilkannya dalam waktu 24-48 jam. Bersamaan dengan itu enzim-enzim yang dihasilkan bakteri memecah jaringan tubuh serangga menjadi nutrisi yang sesuai bagi nematoda. Antibiotik/bakteriosin yang dihasilkan bakteri dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sekunder yang kompetitif terhadap nematoda. Jaringan tubuh serangga yang telah dikonversi oleh bakteri ini dimanfaatkan oleh nematode sebagai nutrisi untuk hidup dan berkembang biak (Wouts 1991; Kaya et al. 1993).
Selain memiliki potensi sebagai agens hayati terhadap beberapa jenis serangga hama, nematoda entomopatogen juga memiliki potensi untuk pengendalian nematoda parasit tumbuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa nematoda entomopatogen yang berasosiasi dengan bakteri dapat mengganggu infeksi dan reproduksi beberapa jenis nematoda parasit tanaman (Grewal et al. 1999).
Meloidogyne spp.
1. Taksonomi dan Karakter Morfologi
Menurut Dropkin (1991) Meloidogyne spp. termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderoidea. Betina dewasa memiliki bentuk tubuh yang khas, yaitu seperti buah pir dengan bagian anterior yang menonjol ke depan serta bagian posterior yang membulat dan berekor. Panjang betina dewasa lebih dari 0,5 mm dan diameternya 0,3-0,4 mm dengan stilet yang lemah dan panjangnya 12-15 μm, melengkung ke arah dorsal serta mempunyai knob yang jelas pada bagian pangkalnya. Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah, panjangnya bervariasi (maksimum 2 mm), kepalanya tidak berlekuk, stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina, ekornya pendek dan membulat, mempunyai satu atau dua spikula, sedangkan larva stadia dua (L2) panjangnya 0,3-0,6 mm dengan stilet halus.
2. Siklus Hidup
Siklus hidup nematoda puru akar terdiri atas telur diletakkan oleh betina dewasa dalam satu paket, berkembang dan terbentuk larva. Larva-larva tersebut mengalami pergantian kulit pertama di dalam telur menjadi larva instar-2 (L2) kemudian keluar dari cangkang telur masuk ke dalam tanah. L2 masuk ke dalam akar, melalui daerah elongasi (di belakang ujung akar) dan merangsang terbentuknya sel-sel raksasa (giant cells) dan terjadinya hipertrofi dan hiperplasis pada sel-sel yang membentuk puru akar di sekitar tusukan stilet. Puru akar terbentuk bersamaan dengan berkembangnya larva dari L2 menjadi L3, L4 dan dewasa. Setelah dewasa betina tetap berada di dalam akar, sedangkan jantan meninggalkan akar, hidup bebas di dalam tanah (Kalshoven 1981).
Meloidogyne spp. mempunyai kisaran inang yang sangat luas, termasuk berbagai jenis gulma dan tanaman budidaya (Dropkin 1989). Iklim tropik dan subtropik merupakan kondisi yang ideal bagi perkembangan Meloidogyne spp. Banyak nematoda yang berasosiasi dengan tanaman kacang-kacangan. Nematoda dapat berkembang secara cepat dan mempunyai daya rusak yang besar. Serangan berat yang diakibatkan nematoda dapat menyebabkan tanaman layu dan mati. Gejala serangan yang diakibatkan nematoda ini yaitu tanaman pertumbuhannya terhambat dan kerdil, dengan perakaran yang terdapat banyak bintil atau disebut juga puru akar (Endah & Novizan 2002).
Interaksi Nematoda Entomopatogen - Nematoda Parasit Tumbuhan
Nematoda entomopatogen selain dapat digunakan untuk mengendalikan serangga hama, dapat digunakan sebagai agens pengendalian hayati terhadap nematoda parasit tumbuhan dan sekaligus dapat mengurangi penggunaan nematisida sintetik (Nyczepir & Bertrand 2000).
Hasil penelitian menunjukan bahwa nematoda entomopatogen yang berasosiasi dengan bakteri dapat mengganggu infeksi dan reproduksi beberapa jenis nematoda parasit tanaman (Grewal et al. 1999). Interaksi antagonis antara nematoda entomopatogen dan nematoda parasit tanaman ditemukan pertama kali oleh Bird dan Bird (1986) dalam percobaan di rumah kaca yang menunjukan bahwa penurunan infeksi Meloidogyne javanica pada tanaman tomat berkaitan erat dengan keberadaan Steinernema glaseri (Steiner). Hasil interaksi nematode entomopatogen dan nematoda parasit tanaman bervariasi, tergantung spesies nematoda entomopatogen dengan nematoda parasit tanaman, cara aplikasi dan metode evaluasi yang digunakan (Lewis dan Grewal 2006). Di Virginia keberhasilan pengendalian nematoda parasit tumbuhan menggunakan nematode entomopatogen yang dilakukan di rumah kaca mencapai 75% (Perez et al. 2004).
Arti Ekonomi
Penggunaan nematisida sintetik dalam penanggulangan serangan nematode parasit tumbuhan di lapangan telah banyak dilakukan. Mengingat penggunaan nematisida secara tidak bijaksana dapat berakibat buruk bagi lingkungan (Nyczepir, 1991; Ritchi et al. 2003), maka diperlukan suatu alternatif, satu di antaranya adalah penggunaan agens hayati. Pengendalian nematoda parasit tumbuhan dengan menggunakan nematoda entomopatogen merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan nematisida sintetik di lapangan. Nematoda entomopatogen sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian nematoda parasit tumbuhan, khususnya NPA di masa mendatang.

Kakao



BAB I
     PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya di hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat selama 2000 tahun. Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma Cacao yang berarti makanan untuk Tuhan.
Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah telah membudidayakan tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum kedatangan orang-orang Eropa. Orang-orang Indian Mesoamerikalah yang pertama kali menciptakan minuman dari serbuk coklat yang dicampur dengan air dan kemudian diberi perasa seperti: merica, vanili, dan rempah-rempah lainnya. Minuman ini merupakan minuman spesial yang biasanya dipersembahkan untuk pemerintahan Mayan dan untuk upacara-upacara spesial.
Masyarakat Mayan menggunakan biji kakao sebagai mata uang (sebagai alat pembayaran). Pada abad ke-16 sesuai riwayat orang Spanyol seekor kelinci seharga 10 buah kakao dan seekor anak keledai seharga 50 buah kakao.
Masyarakat Spanyol belajar tentang kakao dari masyarakat Indian Aztec pada tahun 1500-an dan mereka kembali ke Eropa dengan membawa makanan baru yang menggoda ini. Di Spanyo, kakao adalah minuman yang dipersembahkan hanya untuk raja. Mereka meminumnya selagi masih panas dengan diberi rasa gula dan madu. Secara perlahan tetapi pasti kakao berkembang ke kerajaan-kerajaan di Eropa dan pada abad ke-17 kakao menjadi persembahan khusus untuk masyarakat kelas atas.

1.2  Klasifikasi Tanaman Kakao
 Kerajaan/Kingdom           :  Plantae
   Divisi                              :  Magnoliophyta
      Kelas                           :  Magnoliopsida
        Ordo                          :  Malvales
          Family                     :  Malvaceae
              Genus                 :  Theobroma
                  Spesies           :  Theobroma cacao L.


BAB II
SYARAT TUMBUH


2.1  Syarat Pertumbuhan
2.1.1  Iklim
1). Curah hujan.
- Curah hujan pertnaman kakao di Indonesia berkisar antara 1800 – 3000 mm pertahun dan merata sepajang tahun.
- Tanaman kakao masih bisa hidup pada musim kering yang berlangsung 2 bulan.
2). Kelembapan udara
Kelembapan udara relatif yang dikehendaki tanaman kakao adalah 80 – 90 %.
3). Angin
Angin kencang dapat mengakibatkan kerusakan mekanis pada tanaman kakao serta menurunkan kelembapan relatif udara .
Pengaruh angin kering pada pertanaman kakao di dekat pantai mengakibatkan matinya jaringan sel daun pada bagian tepi.
4). Intensitas cahaya
Intensitas cahaya matahari diatur dengan adanya pohon pelindung. Intensitas cahaya matahari akan mengatur perbungaan tanaman kakao.
5). Suhu
 Suhu yang dikehendaki berkisar antara 24o C dan 28o C tiap harinya. Suhu di atas 30o C dibawah naungan sering menimbulkan terlalu banyak pertumbuhan vegetatif.
2.1.2  Media Tanam
Tanaman coklat menghendaki tanah dengan sifat – sifat berikut :
-       Mudah meresap air.
-       Drajat kemiringan 0 – 40 %
-       Kedalaman efektif minimal 90 cm.
-       Tidak mempunyai lapisan padas yang dangkal.
-       pH 5 – 7
-       Mengandung banyak humus.


2.1.3 Ketinggian Tempat
        Tanaman coklat akan baik tumbuhnya di daerah yang mempunyai ketinggian 0 – 500 m dari permukaan laut. Dapat pulah dibudidayakan sampai ketinggian tempat 800 m dari permukaan laut.
2.2 Pembibitan
2.2.1 Bibit coklat
Bibit coklat bisa diperoleh dengan 2 cara yaitu :
1)      Melalui perbanyakan generatif ( biji ).
2)      Melalui perbanyakan vegetatif ( okulasi, enten, atau stek ).
2.2.2 Persemaian
   1) Persemaian pendahuluan
Persemaian pendahuluan berfungsi untuk mengecambahkan biji sebelum dipindahkan ke persemaian pemeliharaan.
Persemaian pendahuluan dapat dibuat dari peti yang berisi pasir steril/serbuk gergaji steril (yang sudah direbus) atau karung goni steril. Biji – biji yang dikecambahkan disusun rapat ,tetapi jangan sampai bersentuhan.
2) Persemaian pemeliharaan
Persemaian pemeliharaan adalah tempat menampung dan memelihara kecambah dari persemaian pendahuluan.
-       Bentuk persemaian pemeliharaan :
Bentuk keranjang / plastic
        Keranjang / plastic ini mempunyai ukuran tinggi 35 – 40 cm dengan garis tengah 15 cm dan di misi tanah, pasir, kompos, pupuk kandang, dengan perbandingan 4 : 1 : 1 : 1. Kadang – kadang campuran ini sedikit diberi kapur. Setiap keranjang / plastic diisi satu kecambah dengan membenamkan sedalam jari telunjuk , lalu ditutup dengan tanah. Keranjang / plastik yang sudah diberi tanaman disusun diatas rak dengan jarak 40 cm, tinggi rak 25 cm dari atas tanah dan dibuat tempat yang teduh atau dibuat larikan – larikan pohon petai cina dan turi yang mempunyai jarak tanam 3 – 4 m. Selain itu perlu di beri atap setinggi 2 m yang dibuat dari daun kelapa, alaang – alang  dsb.Atap ini berangsur – angsur dikurangi.
-       Perawatan persemaian pemeliharaan dalam keranjang / plastik meliputi :
1.      Menyiram minimal 1 kali sehari.
2.      Setiap 10 hari diberipupuk urea 1,4 gr. untuk tiap keranjang / plastik.
3.      Pemberantasan hama.
Penyakit yang sering menyerang pada pembibitan adalah GLOESPORIUM. Pemberantasan dilakukan dengan Dithane m-45 dengan dosis 0,1 – 0,2 % rotasi 2 minggu.
2.3 Pengolahan Media Tanam 
2.3.1  Persiapan
 Lahan perkebunan coklat/kakao dapat berasal dari hutan asli, hutan sekunder, tegalan, bekas tanaman perkebunan atau pekarangan. Lahan yang miring harus dibuat teras-teras agar tidak terjadi erosi. Areal dengan kemiringan 25-60% harus dibuat teras individu.  
2.3.2  Pembukaan Lahan 
Cara penyiapan lahan dapat dengan cara pemberihan selektif dan pembersihan total. Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan supaya tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk memperlancar pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.  
2.3.3 Pengapuran 
 Tanah-tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa batu kapur sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha.
2.3.4  Pemupukan 
Pemupukan sebelum bibit ditanam dapat dilakukan guna untuk merangsang pertumbuhan bibit cokelat. Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan pupuk Agrophos sebanyak 300 gram/lubang atau pupuk urea sebanyak 200 gram/lubang, pupuk TSP sebanyak 100 gram/lubang. Pupuk-pupuk tersebut diberikan 2 (dua) minggu sebelum penanaman bibit cokelat, kemudian lubang tersebut ditutup kembali dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk  kandang/kompos. 
2.4  Teknik Penanaman
2.4.1 Hubungan Tanaman Dan Jarak Tanam
Hubungan tanam yang biasa dipakai untuk tanaman coklat adalah hubungan segi empat dengan jarak tanam 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m .
Kadang – kadang dipakai juga hubungan pagar yaitu dengan jarak antara barisan tanam 4 m dan jarak tanam di dalam barisan 2 m. jarak tanam 4 m x 2 m ini memberikan hasil lebih tinggi di bandingkan jarak tanam 4 m x 4 m dengan hubungan segi empat.
2.4.2        Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa bulan sebelum masa tanam. Ukuran lubang tanam adalah 60 x 60 x 60 cm.
Pemupukan lubang tanam dilakukan dengan memberikan pupuk agrophos 0,3 kg perlubang tanaman dan dilakukan 2 minggu sebelum masa tanam. Kemudian lubang tersebut ditutup kembali.
2.4.3        Menanam Pohon Pelindung
Tanaman coklat dikebun memerlukan pelindung sementara dan pelindung tetap. Pelindung sementara akan memberikan perlindungan secukupnya pada waktu bibit ditanamkan. Sedang pelindung tetap akan memberikan perlindungan kepada coklat dengan intensitas sedang.
Perlindugan sementara terdiri atas :
1)      Theprosia candida
Theprosia candda ditanam 2 minggu sebelum penanaman bibit coklat dikebun.Biji – bijinya disebar menurut barisan sejajar dengan barisan lubang tanam dengan jarak 1 m dari lubankg tersebut.
2)      Flamengia congesta
Flamengia congesta disebar 6 bulan sebelum penanaman coklat  dikebun. Penyebarannya berupa barisan sejajar dengan lubang tanam dengan jarak 2,5 dari lubang. Sebelum disebar biji – biji dicampur dengan pupuk agrophos dengan perbandingan 1 : 1 setelah 3 tahun flamengia sp ini dibongkar.
3)      Perlindungan atap atau daun – daun yaitu bila pelindung berupa tanaman hidup tidak diadakan.
Perlindungan tetap terdiri atas berbagai jenis tanaman misalnya :
1)      Albizzia yang ditanam dalam bentuk stump tinggi berumur 1 tahun. Penanamannya dilakukan 2 minggu sebelum coklat ditanam dengan jarak tanam 4 m x 4 m.
2)      Leucaena sp.yang ditanam dari bibit yang telah disemai 6 bulan sebelumnya dengan waktu penanaman bersamaan dengan flamengia sp. Jarak tanam Leucaena sp.adalah 3,5 m x 5 m. pada umur Leucaena 1 tahun dilakukan okulasi dengan L. glauca digunakan sebagai batang bawah, sedang L.glabrata sebagai batang atas.
2.4.4        Cara Penanaman
Lubang tanam dibuka kembali sebesar tanah putaran atau besarnya keranjang / plastik dari bibit sebelum penanaman dilakukan.
Sebelum bibit ditanam, bagi bibit keranjang atau kantong plastik, kranjang atau plastiknya harus dilepas terlebih dahulu dengan cara :
-       Mula – mula alas keranjang / kantong plastik digunting.
-       Lalu bibit dimasukan ke dalam lubang tanam yang dibuat sebesar tanah putaran dengan telapak tangan sebagai penumpu alas bibit.
-       Kemudian dinding keranjang atau kantong plastik digunting dari atas kebawah.
-       Sesudah itu keranjang atau plastik ditarik keluar.
Setelah bibit di tanam sedalam leher akar maka tanah disekitar bibit dipadatkan serta permukaannya dibuat meninggi menuju leher akar.


BAB III
BUDIDAYA TANAMAN


3.1  Pemeliharaan Tanaman
3.1.1     Penjarangan dan Penyulaman 
Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur 10 tahun. 
3.1.2     Penyiangan 
Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu sekitar 50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5-2,0 liter/ha yang dicampur dengan 500-600 liter air. Penyiangan yang paling aman adalah dengan cara mencabut tanaman pengganggu.Tujuan penyiangan/pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara, untuk mencegah hama dan penyakit serta gulma yang merambat pada tanaman cokelat/kakao. Dalam pemberantasan gulma harus dikaukan rutin minimal satu bulan sekali, yaitu dengan menggunakan cangkul, koret/dicabut dengan tangan. 
3.1.3     Pemangkasan 
Tujuan pemangkasan adalah untuk menjaga/pencegahan serangan hama atau penyakit, membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk memacu produksi.
a)   Pemangkasan bentuk 1.   Fase muda. Dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 bulan dengan membuang cabang yang lemah dan mempertahankan 3-4 cabang yang letaknya merata ke segala arah untuk membentuk jorquette (percabangan) 2.   Fase remaja. Dilakukan pada saat tanaman berumur 18-24 bulan dengan membuang cabang primer sejauh 30-60 cm dari jorquette (percabangan)
b)   Pemangkasan pemeliharaan.Membuang tunas yang tidak diinginkan, cabang kering, cabang melintang dan ranting yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun.
c)   Pemangkasan produksi. Bertujuan untuk mendorong tanaman agar memiliki kemampuan berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk mengurangi kelebatan daun.
3.1.4     Pemupukan 
Dosis pemupukan tanaman yang belum berproduksi (gram/tanaman):
a)   Umur 2 bulan: ZA=50 gram/pohon.
      b)   Umur 6 bulan: ZA=75 gram/pohon; TSP=50 gram/pohon; KCl=30 gram/pohon; Kleserit=25 gram/pohon
c)   Umur 12 bulan: ZA=100 gram/pohon
d)  Umur 18 bulan: ZA=150 gram/pohon; TSP=100 gram/pohon; KCl=70 gram/pohon; Kleserit=50 gram/pohon
e)  Umur 24 bulan: ZA=200 gram/pohon Dosis pemupukan tanaman berproduksi (gram/tanaman):a)   Umur 3 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 50 gram/pohon, TSP = 2 x 50 gram/pohon, KCl = 2 x 50 gram/pohon.b)   Umur 4 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 100 gram/pohon, TSP = 2 x 100 gram/pohon, KCl = 2 x 100 gram/pohon.c)   > 5 tahun: ZA = 2 x 250 gram/pohon, Urea = 2 x 125 gram/pohon, TSP= 2 x 125 gram/pohon, KCl = 2 x 125 gram/pohon. Pemupukan dilakukan dengan membuat alur sedalam 10 cm di sekeliling batang kakao dengan diameter kira-kira ½ tajuk. Waktu pemupukan di awal musim hujan dan akhir musim hujan.
3.1.5     Penyemprotan Pestisida 
Penyemprotan pestisida  dilakukan dengan dua tahapan, pertama bersifat untuk pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar menyerang. Kadar dan jenis pestisida  disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha  pemberantasan hama, selain jenis juga kadarnya ditingkatkan. Misal untuk pemberantasan digunakan insektisida berbahan aktif seperti Dekametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil Nudrin 24 WSC/Lannate 20 L) dan Fenitron  (Karbation 50 EC). 
3.1.6 Penyerbukan Buatan 
Dari bunga yang muncul hanya 5% yang akan menjadi buah, peningkatan persentase pembuahan dapat dilakukan dengan  penyerbukan buatan. Bagian bunga yang mekar digosok denga  bunga jantan yang telah dipetik sebelumnya, kemudian bunga ditutup dengan sungkup. Penggosokan dilakukan dengan jari tangan.
3.1.7 Rehabilitasi Tanaman Dewasa 
Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak diremajakan (ditebang untuk diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi dengan cara okulasi tanaman dewasa dan sambung samping tanaman dewasa. Cara yang kedua lebih unggul karena peremajaan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, murah dan lebih cepat berproduksi. Entres (bahan sambungan) diambil dari kebun entres atau produksi yang telah diseleksi, berupa cabang berwarna hijau, hijau kekakaoan atau kakao, diameter 0,75-1,50 cm dan panjang 40-50 cm. Sambungan dapat dibuka setelah 3-4 minggu.  


3.2  Penyiraman 
Penyiraman tanaman cokelat yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon cokelat dilakukan pada tanaman muda terutama tanaman yang tak diberi pohon pelindung. 


BAB IV
HAMA  DAN PENYAKIT


4.1     Hama 
4.1.1     Penggerek cabang (Zeuzera coffeae)
Bagian yang diserang adalah cabang berdiameter 3-5 cm.  Gejala: cabang mati atau mudah patah. Pengendalian: membuang cabang yang terserang, kemudian dengan predator alami: jamur Beauveria bassiana
4.1.2     Kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.)
Bagian yang diserang buah dan daun muda, kuncup bunga. Gejala: bercak kakao kehitaman berbentuk cekung berukuran 3-4 mm. Pengendalian: membuang bagian yang terserang. Predator: belalang sembah, kepik predator. Selain itu gunakan insektisida Baytroid 50EC, Lannate 25 WP, Sumithion 50 EC, Leboycid 50 EC, Orthene 75 SP. 
4.1.3     Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella atau Cocoa Mot.)
Bagian yang diserang adalah buah kakao. Gejala: daging buah busuk. Pengendalian: membuang dan mengubur buah sisa panen dengan serempak, menutupi buah dengan kantung plastik dengan lubang di bagian bawah. 
4.1.4      Kutu putih (Planococcus citri.)
Bagian yang diserang adalah tunas, bunga, calon buah. Gejala: timbul tunas tumbuh tidak normal (bengkok). Selain itu terlihat pertumbuhan bunga dan calon buah tidak normal. Pengendalian: gunakan insektisida  berbahan aktif monokrotofas, fosfamidon, karbaril. 
4.1.5     Ulat kantong (Clania sp., Mahasena sp.)
Bagian yang diserang adalah daun dan tunas.  Gejala: tanaman gundul dan kematian pucuk. Pengendalian: dengan parasit Exoresta uadrimaculata, Tricholyga psychidarum  . Selain itu gunakan insektisida racun perut, Dipterex dan Thuricide.
4.1.6     Kutu jengkal (Hyposidra talaca.)
Bagian yang diserang adalah daun (muda dan tua). Gejala: habisnya helaian daun, tinggal tulang daun saja. Pengendalian: gunakan insektisida Ambush 2 EC, Sherpa 5 EC (0,15-0,2%). 
4.2     Penyakit 
4.2.1     Busuk buah hitam
Penyebab: Phytopthora palmivora . Bagian yang diserang adalah buah. Gejala: bercak kakao di titik pertemuan tangkai buah dan buah atau ujung buah. Gejala pada serangan berat adalah buah diliputi miselium abu-abu keputihan. Pengendalian: dengan cara buah yang sakit diambil, kurangi kelembaban kebun dengan cara  pemangkasan. Selain itu gunakan insektisida dengan bahan aktif Cu: Cupravit 0,3% atau Cobox 0,3% atau insektisida bahan aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3% dengan interval 2 minggu. 
4.2.2     Kanker batang
Penyebab: Phytopthora pal-mivora. Bagian yang diserang adalah batang. Gejala: bercak basah berwarna tua pada kulit batang atau cabang, keluarnya cairan dari batang atau cabang yang akan mengering dan mengeras.
Pengendalian: buah yang sakit diambil, kurangi kelembaban kebun dengan cara  pemangkasan. Selain itu gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Cupravit 0,3% atau Cobox 0,3%. atau ungisida bahan aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3% dengan interval 2 minggu. Keroklah bagian yang sakit dan mengolesinya dengan ter/fungisida. 
4.2.3     Busuk buah diplodia
Penyebab: Botrydiplodia theobramae (jamur). Bagian yang diserang buah.
 Gejala: bercak kekakaoan pada buah, lalu buah menghitam menyeluruh . Pengendalian: cegah timbulnya luka, buah yang sakit dibuang. Kemudian gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Vitigran Blue, Trimiltox Forte, Cupravit OB pada konsentrasi 0,3%. 
4.2.4     Vascular Steak Dieback (VSD)
Penyebab: Oncobasidium theobromae (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting/cabang.
Gejala: bintik-bintik kecil hijau pada daun terinfeksi dan terbentuk tiga bintik kekakaoan, kulit ranting/cabang kasar, pucuk mati (dieback).
Pengendalian: gunakan bibit bebas VSD, perhatikan anitasi tanaman, kurangi kelembaban, tingkatkan intensitas cahaya matahari dan perbaiki drainase dan pemupukan. 
4.2.5     Bercak daun, mati ranting dan busuk buah
Penyebab: Colletorichum sp. (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting, buah.
Gejala: bercak nekrotik pada daun, daun gugur, pucuk mati, buah muda keriput kering (busuk kering).
Pengendalian: peningkatan sanitasi, memotong ranting dan buah yang terserang, pemupukan berimbang dan perbaikan drainase. Kemudian gunakan fungisida sistemik Karbendazim 0,5%  dengan interval 10 hari. 
4.2.6     Busuk buah monilia
Penyebab: Monilia roreri (jamur). Bagian yang diserang buah muda.
Gejala: benjolan dan warna belang pada buah berukuran 8-10 cm, penumpukan lendir di dalam rongga buah, dinding buah mengeras.
 Pengendalian: menurunkan kelembaban udara dan tanah, membuang buah rusak. Kemudian gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Cobox 0,3%, Cupravit 0,3 % selama 3-4 minggu. 
4.2.7     Penyakit akar
Penyebab: Rosellinia arcuata R bumnodes, Rigidoporus liginosus, Ganoderma pseudoerrum, Fomes lamaoensis (jamur). Bagian yang diserang adalah akar.
Gejala: daun menguning dan layu, pada leher akar/pangkal batang terdapat miselium. Pengendalian: pembuatan parit isolasi di sekitar tanaman terserang, pemusnahan tanaman sakit. Kemudian oleskan fungisida pada permukaan akar yang lapisan miseliumnya telah dibuang. Fungisida dengan bahan aktif PNCB: Fomac 2, Ingro Pasta, Shell Collar Protectant, Calixin Cp. 


BAB V
PANEN DAN PASCA PANEN


5.1  Panen 
5.1.1     Ciri dan Umur Panen 
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna  kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang ± usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:a)   Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi kuning.b)   Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.  
5.1.2     Cara Panen
 Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya. Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak  1.500 buah per hari.  Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.  
5.1.3      Periode Panen
 Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya.  
5.1.4     Prakiraan Produksi 
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
5.2  Pascapanen
5.2.1     Pengumpulan
 Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikelompokkan menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu bulat yang keras. 
5.2.2     Penyortiran/pengelompokkan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya:a)   Mutu A: dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir bijib)   Mutu B: dalam 100 gram biji terdapat 100-110 butir bijic)   Mutu C: dalam 100 gram biji terdapat 110-120 butir biji. 
5.2.3     Penyimpanan 
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan cara sebagai berikut:a)   Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 75.b)   Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c)   Aduk-aduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
5.2.4      Pengemasan dan Pengangkutan  
Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni diisi 60 kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji cokelat kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat.


Daftar Pustaka


Asia, 2006,Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Induk Kakau. Direktorat Jendral Perkebunan: Jakarta
Departemen Pertanian RI. Winarno, H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao. Agromania
Goenadi, D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Tumpal, H.Siregar.1989.Budidaya, pengelolaan dan pemasaran coklat.penebar swadaya.jakarta.