MAKALAH
KONSERVASI TANAH DAN AIR
PREDIKSI
EROSI METODE USLE DAN GUEST
Oleh
:
KELOMPOK
III
| 
   
ITON 
LAMJAYA SIMANGUNSONG 
LENDRA HARTINA KRISTIANI 
IKIN CATUR SETIADI 
HUSIN 
SIGIT NURUL HUDA 
ADI DWIGUNA 
REO HAMBAWAN 
ROKENA 
PRAVITA ISWATI. K 
 | 
  
   
CAA 111 0025 
CAA 111 0026 
CAA 111 0027 
CAA 111 0029 
CAA 111 0030 
CAA 111 0031 
CAA 111 0033 
CAA 111 0034 
CAA 111 0035 
CAA 111 0036 
 | 
 
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
PALANGKA RAYA
FAKULTAS
PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
2013
I.                  
PENDAHULUAN
1.1     Latar
Belakang
Tanah sebagai sumber
daya alam telah mengalami berbagai tekanan seiring dengan peningkatan jumlah
manusia. Tekanan tersebut telah menyebabkan penurunan mutu tanah yang berujung
pada pengurangan kemampuan tanah untuk berproduksi. Penurunan mutu tanah
tersebut disebabkan oleh proses pencucian hara dan proses erosi tanah terutama
pada lahan-lahan yang tidak memiliki penutupan vegetasi. Di Indonesia erosi
yang sering dijumpai adalah erosi yang disebabkan oleh air.
Erosi
merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau bagian-bagian  tanah.
Erosi menimbulkan kerusakan pada tanah tempat terjadi erosi dan pada
 tujuan akhir tanah terangkut tersebut diendapkan. Secara deskriptif,
Arsyad (2000)  menyatakan erosi merupakan akibat interaksi dari faktor iklim,
tanah,  topografi, vegetasi, dan aktifitas manusia terhadap sumber daya
alam.
Proses
erosi terjadi melalui tiga tahap, yaitu pelepasan partikel tanah,
 pengangkutan oleh media seperti air adan angin, dan selanjutnya
pengendapan.  Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah
curah hujan, tanah,  lereng (topografi), vegetasi, dan aktifitas manusia.
1.2    Tujuan
Tujuan
dari makalah konservasi tanah dan air dengan materi prediksi erosi berdasarkan
erosivitas, erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng, pengolahan tanah dan
jenis tanaman adalah untuk mengetahui laju erosi pada lahan yang diukur berdasarkan
perhitungan USLE dan GUEST
II.               
PREDIKSI EROSI
2.1  Pengertian erosi
Erosi adalah
suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan ke
tempat lain oleh kekuatan air, angin, dan  gravitasi (Hardjowigeno, 1995).
Secara deskriptif, Arsyad (2000)  menyatakan erosi merupakan akibat
interaksi dari faktor iklim, tanah,  topografi, vegetasi, dan aktifitas
manusia terhadap sumber daya alam.
2.2 
Pengertian Prediksi Erosi dan Macam-Macam
Metode Perhitungan Prediksi Erosi 
Prediksi
erosi adalah suatu pendugaan terjadinya terkikisnya tanah (erosi) pada lahan
yang disebabkan oleh faktor lingkungan, iklim dan manusia. Metode-metode yang
sering digunakan untuk mengukur tingkat laju erosi dapat menggunakan metode
USLE dan metode GUEST.
2.2.1       
Metode USLE (Universal
Soil  Loss Equation)
USLE adalah model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi tanah dalam jangka waktu panjang dari suatu areal usaha tani dengan sistem  pertanaman dan
 pengelolaan tertentu 
(Wischmeier dan  Smith,
 1978).
Bentuk erosi yang dapat diprediksi adalah erosi lembar atau alur, tetapi tidak
dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan
hasil sedimen dari
erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Wischmeier dan Smith, 1978 dalam Arsyad, 2000).Wischmeier
dan Smith (1978) juga menyatakan bahwa metode yang  umum digunakan untuk
menghitung laju erosi adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun
persamaan ini adalah:
A = R . K .
L . S . C . P
Keterangan:
A : Banyaknya tanah tererosi dalam t ha-1 tahun-1;
R : Faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan
intensitas hujan maksimum 30
menit (I30),
K : Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per unit indeks erosi untuk suatu tanah
 yang
 diperoleh 
dari  petak  homogen  percobaan
 standar,  dengan
panjang 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman;
L : Faktor panjang lereng 9 %, yaitu
nisbah erosi dari tanah dengan panjang lereng tertentu dan erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22 m) di bawah
keadaan yang identik;
S : Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatutanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di
bawah keadaan yang identik;
C : Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara
besarnya
erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi 
dari  tanah yang  identik tanpa tanaman;
P : Faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi
tanah seperti pengelolaan
menurut kontur, penanaman
dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam kedaan yang identik.
Dengan menggunakan kriteria erosi
dapat diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi di suatu daerah, dengan
kriteria erosi. Data-data yang perlu dalam
pendugaan besarnya erosi menggunakan metode USLE ini adalah :
1. Data curah hujan
Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan terdekat dengan lokasi penelitian, sekurang-kurangnya 10
tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor
erosivitas hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) :
Dimana :
Rain = rerata curah hujan bulanan (cm)
Days = jumlah hari hujan per bulan
Max =curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang bersangkutan.
Perhitungan faktor erosivitas
hujan (R) yang lain dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini. 
R = (0.41 x H)1.09
dimana H = curah hujan
(mm/th).
2. Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas merupakan kemampuan hujan
untuk menimbulkan  atau menyebabkan erosi. Indeks erosivitas hujan yang
digunakan  adalah EI30. Erosivitas hujan sebagian terjadi
karena pengaruh jatuhan  butir-butir hujan langsung di atas permukaan
tanah. Kemampuan air  hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah
bersumber dari laju dan  distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya
mempengaruhi besar  energi kinetik air hujan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa  erosivitas hujan sangat berkaitan dengan energi kinetis
atau  momentum, yaitu parameter yang berasosiasi dengan laju curah hujan
atau volume hujan (Asdak, 1995). Persamaan
yang umum digunakan untuk menghitung erosivitas  adalah persamaan yang
dikemukakan oleh Bols (1978) dalam Hardjowigeno (1995). Persamaan tersebut
adalah :
El30 = 6,119 R 1,21 x D -0,47 x M 0,53
keterangan :
EI30 : Erosivitas curah hujan bulanan
rata-rata
R12 : Jumlah
E130 selama 12 bulan
R : Curah hujan bulanan (cm)
D : Jumlah hari hujan
M : Hujan maksimum pada bulan tersebut (cm)
Cara menentukan besarnya indeks
erosivitas hujan yang lain  dapat menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
Lenvain (DHV, 1989) sebagai berikut :
R = 2,221 P 1,36
keterangan :
R : Indeks erosivitas
P : Curah Hujan Bulanan (cm)
Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang  terakhir
ini lebih sederhana karena hanya memanfaatkan data curah hujan bulanan.
3. Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas tanah merupakan jumlah
tanah yang hilang rata-rata
 setiap tahun per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah
tanpa tanaman (gundul), tanpa usaha pencegahan erosi,  lereng 9% (5°), dan
panjang lereng 22 meter (Hardjowigeno, 1995).  Faktor erodibilitas tanah
menunjukan kekuatan partikel tanah  terhadap pengelupasan dan transportasi
partikel-partikel tanah oleh  adanya energi kinetik air hujan. Besarnya
erodibilitas tanah ditentukan  oleh karakteristik tanah seperti tekstur
tanah, stabilitas agregat tanah,  kapasitas infiltrasi, dan kandungan
bahan organik serta bahan kimia tanah. Metode
penetapan nilai faktor K secara cepat dapat dilihat pada  Tabel 2 dengan
terlebih dahulu mengetahui informasi jenis tanah. Nilai  faktor K juga
dapat diperoleh dengan menggunakan nomograf  erodibilitas tanah seperti
yang ditunjukan pada Gambar 1. Nomograf
 ini disusun oleh lima parameter yaitu % fraksi debu dan pasir sangat
 halus, % fraksi pasir, % bahan organik, struktur tanah, dan permeabilitas
tanah (Purwowidodo,1999).
Gambar 1. Nomograf Erodibilitas Tanah (United States Environmental Protection
Agency, 1980 di dalam Asdak, 1995)
Besarnya nilai K ditentukan oleh tekstur, struktur, permeabilitas, dan bahan
organik tanah (Wischmeier
et al., 1971). Penentuan
besarnya nilai K dapat dilakukan dengan menggunakan nomograph atau rumus Wischmeier et al. (1971) sebagai berikut:
100 K = 1,292[2,1M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)]
Keterangan :
M : parameter ukuran butir diperoleh dari (% debu + % pasir sangat halus) (100 - % liat)
a   : % bahan organik (% C x
1,724)
b   : kode struktur tanah
c   : kode kelas permeabilitas penampang tanah
Untuk kadar bahan organik > 6% (agak tinggi - sangat tinggi), angka 6% tersebut digunakan sebagai angka maksimum. Penilaian struktur dan permeabilitas tanah masing-masing menggunakan Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Penilaian struktur tanah
| 
   
No 
 | 
  
   
Tipe struktur tanah 
 | 
  
   
Kode
  penilaian 
 | 
 
| 
   
1 
 | 
  
   
Granular sangat halus (very
  fine granular) 
 | 
  
   
1 
 | 
 
| 
   
2 
 | 
  
   
Granular halus (fine
  granular) 
 | 
  
   
2 
 | 
 
| 
   
3 
 | 
  
   
Granular sedang dan besar (medium, coarse
  granular) 
 | 
  
   
3 
 | 
 
| 
   
4 
 | 
  
   
Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platty, massif) 
 | 
  
   
4 
 | 
 
Sumber:
Wischmeier et al., 1971
Tabel 2. Penilaian kelas permeabilitas tanah
| 
   
No. 
 | 
  
   
Kelas permeabilitas tanah 
 | 
  
   
Kode penilaian 
 | 
 
| 
   
1 
 | 
  
   
Cepat (rapid) 
 | 
  
   
1 
 | 
 
| 
   
2 
 | 
  
   
Sedang sampai cepat (moderate to rapid) 
 | 
  
   
2 
 | 
 
| 
   
3 
 | 
  
   
Sedang (moderate) 
 | 
  
   
3 
 | 
 
| 
   
4 
 | 
  
   
Sedang sampai lambat (moderate to slow) 
 | 
  
   
4 
 | 
 
| 
   
5 
 | 
  
   
Lambat (slow) 
 | 
  
   
5 
 | 
 
| 
   
6 
 | 
  
   
Sangat lambat (very slow) 
 | 
  
   
6 
 | 
 
Sumber: Wichmeser et al. (1971)
4. Faktor
Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)
Faktor lereng (LS) merupakan rasio
antara tanah yang hilang  dari suatu petak dengan panjang dan curam lereng
tertentu dengan  petak baku (tanah gundul,curamlereng 9%, panjang 22
meter, dan  tanpa usaha pencegahan erosi) yang mempunyai nilai LS = 1. Menurut Weismeier dan Smith (1978) dalam Hardjoamijojo  dan
Sukartaatmadja (1992), faktor lereng dapat ditentukan dengan persamaan :
LS = │
│m (0,065 + 0,045 S + 0,0065 S2)
keterangan :
LS = Faktor panjang dan
kemiringan lereng
L = Panjang lereng (meter)
S = Kemiringan lahan (%)
m = Nilai eksponensial yang tergantung dari kemiringan
S < 1% maka nilai m = 0.2
S = 1 – 3 % maka nilai m = 0.3
S = 3 – 5 % maka nilai m = 0.4
S > 5% maka nilai m = 0.5
Menurut
Morgan (1979) faktor panjang dan kemiringan lereng dapat dihitung menggunakan
rumus berikut:
Keterangan :
dengan LS adalah faktor panjang dan kemiringan lahan;
S adalah  kemiringan lahan (%) L adalah panjang lereng (m)
Rumus tersebut
berlaku untuk
lahan dengan kemiringan <22%, sedangkan
untuk lahan dengan kemiringan lebih curam digunakan rumus Gregory et al.
(1977) sebagai berikut:
dengan: 
T = faktor topografi/ LS
λ = panjang lereng, dalam meter
m = 0,5 untuk lereng 5% atau lebih; 0,4 untuk lereng 3,5% -
4,9%; 0,3 untuk lereng < 3,4%
C =
34,7046
α = sudut kemiringan lahan, dalam derajat.
Selain menggunakan rumus di atas,
nilai LS dapat juga ditentukan menurut kemiringan lerengnya seperti ditunjukan
pada  Tabel 3 berikut .
Tabel 3. Penilaian kelas kelerengan (LS)
| 
   
Kelas lereng 
 | 
  
   
Kemiringan lereng (%) 
 | 
  
   
Nilai LS 
 | 
 
| 
   
A 
 | 
  
   
0 - 5  
 | 
  
   
0.25 
 | 
 
| 
   
B 
 | 
  
   
5 – 15 
 | 
  
   
1.20 
 | 
 
| 
   
C 
 | 
  
   
15 – 35 
 | 
  
   
4.25 
 | 
 
| 
   
D 
 | 
  
   
35 – 50 
 | 
  
   
9.50 
 | 
 
| 
   
E 
 | 
  
   
> 50 
 | 
  
   
12.00 
 | 
 
Sumber : Petuntuk Pelaksanaan Penyusunan RTL-RLKT Jakarta (1986)
5. Faktor Tanaman (C)
Faktor pengelolaan tanaman merupakan
rasio tanah yang  tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap
tanah yang  tererosi dengan pada kondisi permukaan lahan yang sama tetapi
tanpa  pengelolaan tanaman atau diberakan tanpa tanaman. Pada tanah yang
 gundul (diberakan tanpa tanaman/petak baku) nilai C = 1.0. Untuk
 mendapatkan nilai C tahunan perlu diperhatikan perubahan-perubahan
 penggunaan tanah dalam setiap tahun. Terdapat sembilan parameter sebagai
faktor penentu besarnya  nilai C, yaitu konsolidasi tanah, sisa-sisa
tanaman, tajuk vegetasi,  sistem perakaran, efek sisa perakaran dari
kegiatan pengelolaan lahan,  faktor kontur, kekasaran permukaan tanah,
gulma, dan rumputrumputan (Asdak, 1985).
Tabel 4. Perkiraan Nilai Faktor C Berbagai Jenis Penggugaan Lahan
| 
   
NO 
 | 
  
   
Pengelolaan tanaman 
 | 
  
   
Nilai C 
 | 
 
| 
   
1 
 | 
  
   
Ubi kayu + kedelai 
 | 
  
   
0,181 
 | 
 
| 
   
2 
 | 
  
   
Ubi kayu + kacang tanah 
 | 
  
   
0.195 
 | 
 
| 
   
3 
 | 
  
   
Padi + sorgum 
 | 
  
   
0,345 
 | 
 
| 
   
4 
 | 
  
   
Padi + kedelai 
 | 
  
   
0,417 
 | 
 
| 
   
5 
 | 
  
   
Kacang tanah+ gude 
 | 
  
   
0,495 
 | 
 
| 
   
6 
 | 
  
   
Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ ha 
 | 
  
   
0,049 
 | 
 
| 
   
7 
 | 
  
   
Kacang tanah +kacang tunggak 
 | 
  
   
0,571 
 | 
 
| 
   
8 
 | 
  
   
Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 
 | 
  
   
0,096 
 | 
 
| 
   
9 
 | 
  
   
Kacang tanah + mulsa jagung 3  ton/ha 
 | 
  
   
0,120 
 | 
 
| 
   
10 
 | 
  
   
Kacang tanah+mulsa crotalaria 3 ton/ha 
 | 
  
   
0.136 
 | 
 
| 
   
11 
 | 
  
   
Kacang tanah+mulsa kacang tanah 
 | 
  
   
0,259 
 | 
 
| 
   
12 
 | 
  
   
Kacang tanah + mulsa jerami 
 | 
  
   
0,377 
 | 
 
| 
   
13 
 | 
  
   
Padi + mulsa crotalaria 3 ton / ha  
 | 
  
   
0.387 
 | 
 
| 
   
14 
 | 
  
   
Pola tanam numpang gilir 1 ] +  mulsa jerami 6 ton /ha 
 | 
  
   
0,079 
 | 
 
| 
   
15 
 | 
  
   
Pola tanam berurutan 2 ]+ mulsa sisa tanam 
 | 
  
   
0,347 
 | 
 
| 
   
16 
 | 
  
   
Pola berurutan 
 | 
  
   
0,498 
 | 
 
| 
   
17  
 | 
  
   
Pola tanaman tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 
 | 
  
   
0.357 
 | 
 
| 
   
18 
 | 
  
   
Pola tanam tumpang gilir 
 | 
  
   
0,588 
 | 
 
Sumber : Abdukrahman, dkk. (1981) di dalam
Hardjoamidjojo, S. dan Sukartaatmadja S. (1992)
6. Faktor Usaha-usaha Pencegahan Erosi atau Konservasi (P)
Faktor praktik konservasi tanah
adalah rasio tanah yang hilang  bila usaha konservasi tanah dilakukan
(teras, tanaman, dan sebagainya)  dengan tanpa adanya usaha konservasi
tanah. Tanpa konservasi tanah  nilai P = 1 (petak baku). Bila diteraskan,
nilai P dianggap sama dengan  nilai P untuk strip cropping, sedangkan
nilai LS didapat dengan  menganggap panjang lereng sebagai jarak
horizontal dari masingmasing  teras. Konservasi tanah tidak hanya tindakan
konservasi secara  mekanis dan fisik, tetapi termasuk juga usaha-usaha
yang bertujuan  untuk mengurangi erosi tanah. Penilaian faktor P di
lapangan lebih  mudah apabila digabungkan dengan faktor C, karena dalam
 kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat.. Pemilihan atau
penentuan nilai faktor CP  perlu dilakukan dengan hati-hati karena adanya
variasi keadaan lahan dan variasi teknik konservasi yang dijumpai di lapangan.
Tabel 5. Perkiraan Nilai Faktor Berbagai Jenis Penggunaan Lahan
| 
   
No. 
 | 
  
   
Teknik Konserfasi Tanah 
 | 
  
   
Nilai  
p  | 
 
| 
   
1 
 | 
  
   
Teras bangku 
a.      
  Sempurna 
b.     
  Sedang 
c.      
  Jeleh 
 | 
  
   
0.04 
0.15 
0.35 
 | 
 
| 
   
2 
 | 
  
   
Teras tradisional 
 | 
  
   
0.40 
 | 
 
| 
   
3 
 | 
  
   
Padang rumput (permant grass
  field) 
a. bagus 
b. jelek 
 | 
  
   
0,04 
0,40 
 | 
 
| 
   
4 
 | 
  
   
Hill side ditch atau field
  pits 
 | 
  
   
0,3 
 | 
 
| 
   
5 
 | 
  
   
Countur croping 
a.      
  kemiringan
  0-8% 
b.     
  kemiringan
  9-20% 
c.      
  kemiringan
  20% 
 | 
  
   
0,5 
0,75 
0,9 
 | 
 
| 
   
6 
 | 
  
   
Limbah jerami yang digunakan 
a.      
  6
  ton/ha/tahun 
b.     
  3
  ton/ha/tahun 
c.      
  1
  ton/ha/tahun 
 | 
  
   
0,3 
0,5 
0,8 
 | 
 
| 
   
7 
 | 
  
   
Tanaman perkebunan 
a.      
  Penutupan
  tanah rapat 
b.     
  Penutupan
  tanah sedang 
 | 
  
   
0,1 
0,5 
 | 
 
| 
   
8 
 | 
  
   
Reboisasi dengan penutupan pada tahun awal 
 | 
  
   
0,3 
 | 
 
| 
   
9 
 | 
  
   
Strip cropping jagung- kacang tanah,sisa tanaman dijadikan mulsa 
 | 
  
   
0.5 
 | 
 
| 
   
10 
 | 
  
   
Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 
 | 
  
   
0,087 
 | 
 
| 
   
11 
 | 
  
   
Jagung- mulsa jerami padi 
 | 
  
   
0,008 
 | 
 
| 
   
12 
 | 
  
   
Padi gogo-kedelai. Mulsa jerami padi 
 | 
  
   
0,193 
 | 
 
| 
   
13 
 | 
  
   
Kacang tanah-kacang hijau 
 | 
  
   
0,730 
 | 
 
Sumber : Abdukrahman, dkk. (1981) di dalam
Hardjoamidjojo, S. dan Sukartaatmadja S. (1992)
2.2.2       
Metode
GUEST
Model erosi Rose (GUEST) merupakan
model berdasarkan
pendekatan proses erosi yang mempengaruhinya, yaitu daya pelepasan partikel tanah oleh
butir-butir hujan dan aliran permukaan sebagai agen utama penyebab erosi tanah. Dalam model ini, erosi terjadi karena adanya tiga proses yang berperan, yaitu pelepasan (detachment) oleh butir-butir hujan, pengangkutan (transportation) sedimen,  dan  pengendapan (deposition)  sedimen  (Rose
 et.al.,  1983).
 Persamaan model tersebut setelah disederhanakan adalah sebagai berikut:
SL = 2700 λ S (Cr ) (Q)
Keterangan : 
SL: total  tanah  yang   hilang
 (kg.m-3);  
 λ : efisiensi pengangkutan; S adalah kemiringan lahan (%); 
C :persentase penutupan
lahan; 
Q : volume aliran permukaan (m3).
Gambar 2.    Hubungan antara fluks sedimen, pengikisan, pengangkutan, dan
pengendapan
sedimen, dalam proses erosi tanah (Rose dan Freebairn, 1985)
Persamaan (1) diturunkan berdasarkan konsep konservasi masa sedimen dalam beberapa bagian elemen dari aliran permukaan yang dikombinasikan dengan teori konsentrasi sedimen dan hidrologi. Secara matematis persamaan
tersebut ditulis dalam bentuk,
dimana qsi  = q ci, yaitu fluk (flux) sedimen pada arah aliran (x), q adalah fluk
sedimen (debit spesifik), ci= konsentrasi sedimen, h = tebal aliran permukaan, ei = pelepasan (detachment) oleh butir-butir hujan, ri = pengangkutan (entrainment) sedimen, dan di =
pengendapan (deposition) sedimen.
Sejalan dengan perkembangan
ilmu
komputer, model GUEST disempurnakan menjadi event-based proses model untuk erosi lembar (sheet
erosion). Namun demikian model tersebut dapat juga diaplikasikan untuk erosi
alur  (rill  erosion).
 Model  ini
 dapat  pula
 dianggap  sebagai
 semi-static  model,
karena erosi dapat diprediksi per kejadian hujan (event by event)
(Schmitz dan Tameling, 2000).
GUEST mulanya
didokumentasikan oleh Misra dan Rose
pada tahun 1990
dan telah
mengalami beberapa pengembangan selama Proyek ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research) (Rose et al.,
1997a). Untuk daerah tropis (Philippina, Malaysia, Thailand
dan
Australia), GUEST telah divalidasi pada
skala plot (72-1.000m2) dan menunjukkan
hasil yang baik (Rose et al., 1997a; Schmitz dan Tameling, 2000; ICRAF, 2000).
GUEST merupakan
model persamaan
fisik (physical equation) yang
perhitungannya
didasarkan pada konsentrasi sedimen yang tersuspensi di dalam
aliran permukaan, dikembangkan
oleh Rose dan Hairsine
(1988). Besar
konsentrasi sedimen pada keadaan bera menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Keterangan:
Ct adalah konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan; F adalah fraksi tenaga aliran yang digunakan untuk mengerosikan tanah; σ            adalah berat jenis sedimen; ρ adalah berat jenis air; φ adalah rata-rata kecepatan pengendapan sedimen; S adalah kemiringan lahan; dan V adalah
kecepatan aliran permukaan.
Kecepatan
 aliran
 permukaan
 pada
 persamaan
 3
 menggunakan
rumus Manning’s yang disajikan
dalam persamaan 4, yaitu:
Keterangan: 
n adalah koefisien kekasaran Manning’s;
R  adalah jari-jari hidraulik; dan S       adalah kemiringan lahan.
Jika debit aliran permukaan
mengikuti persamaan 5, kemudian disubsitusikan
kedalam persamaan 3, maka persamaan
kecepatan aliran
permukaan dapat dijabarkan menjadi persamaan 6.
Q = VA
Keterangan :
Q adalah debit aliran
permukaan per unit dan A adalah luas penampang permukaan.
Bila persamaan 6 disubsitusikan dalam persamaan 3, maka persamaan konsentrasi sedimen dapat dijabarkan mengikuti persamaan 7, yaitu:
Selanjutnya persamaan 7 disederhanakan menjadi persamaan 8, yaitu
Rose et al. (1997a) dan Yu et al. (1997) mengungkapkan perlu dilakukan
upaya untuk memperoleh aliran permukaan yang stabil dengan mencari debit aliran
 permukaan
 effektif   (Q eff ) dengan  perubahan
 persamaan  menjadi persamaan 9.
Dengan nilai Qeff seperti persamaan 10 di
bawah ini.
Untuk mendapatkan kondisi aktual di lapangan, maka faktor erodibilitas tanah
dan faktor penutupan lahan atau vegetasi harus ditambahkan.
Erodibilitas tanah didefinisikan sebagai ketahanan tanah terhadap gerakan aliran air
permukaan. Istilah ini disebut juga sebagai kohesi tanah atau ketahanan agregat tanah. Kohesi tanah mempunyai hubungan yang negatif dengan jarak antar partikel, tetapi mempunyai hubungan yang positif
dengan luas permukaan spesifik partikel tanah.
Hubungan  erodibilitas
 tanah
 dengan
 konsentrasi sedimen  pada
 aliran
permukaan disajikan dalam persamaan 11.
Keterangan:
β   adalah  parameter erodibilitas; C adalah
konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan.
Faktor penutupan lahan sangat signifikan mengurangi kerusakan tanah yang diakibatkan pukulan butiran air hujan, dan dapat menurunkan
laju aliran
permukaan. Penutupan lahan mempunyai hubungan eksponensial
dengan permukaan kontak dan erosi yang dihasilkan serta mempunyai nilai yang bervariasi tergantung pada tipe penggunaan lahannya (Rose et al. 1997b).
Selain itu permukaan kontak mempunyai hubungan eksponensial dengan konstanta permukaan kontak yaitu k s . Nilai ini diperoleh dari hubungan tanah
yang tererosi dengan tanaman penutup
dan tanpa tanaman (bera) dengan
permukaan kontak seperti tersaji dalam persamaan 12.
Keterangan:
c     =      erosi tanah pada tanaman tertentu;
cb       =      erosi tanah pada kondisi bera;
Cs       =      fraksi
dari permukaan kontak penutupan; dan
k s       =      konstanta permukaan kontak.
Akhirnya,  dengan
 menambahkan  persamaan
 11,  12,  dan  total  aliran
permukaan (∑Q) pada persamaan 9, maka jumlah keseluruhan masa tanah yang
hilang pada setiap kejadian erosi (M) disajikan pada persamaan 13.
Prosedur perhitungan erosi dengan metode Rose pada prinsipnya adalah mengakomodasikan
besaran aliran permukaan dan konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan
pada
setiap kejadian hujan.
Tabel 6. Perbedaan
Metode USLE dan Metode GUEST
| 
   
Karakteristik 
 | 
  
   
USLE 
 | 
  
   
GUEST 
 | 
 
| 
   
Temporality 
 | 
  
   
Statis  
   (simulasi    erosi    pada    rata-rata tahunan) 
 | 
  
   
Semi-statis
  (simulasi erosi
  dapat dilakukan per kejadian) 
 | 
 
| 
   
Persamaan 
 | 
  
   
Empiris,
   berdasarkan
   data  statistik
   dari
  penelitian pengukuran erosi 
 | 
  
   
Physically based (meskipun beberapa hubungan empirik digunakan) 
 | 
 
| 
   
Proses 
 | 
  
   
Implisit (tidak dapat mengisolasi atau
  memisahkan pengaruh dari given viable) 
 | 
  
   
Explicit
  (memungkinkan untuk mengisolasi atau memisahkan pengaruh dari suatu given
  viable) 
 | 
 
| 
   
Kompleksitas 
 | 
  
   
Simple (sederhana) 
 | 
  
   
Lebih komplesk 
 | 
 
| 
   
Kebutuhan 
 | 
  
   
Input perameter sedikit 
 | 
  
   
Parameter  tidak terlalu banyak 
 | 
 
| 
   
Skala 
 | 
  
   
Plot size (ukuran plot) 
 | 
  
   
Plot dan small
  catchments bila di opresikan dengan program geostatistik yang dinamik 
 | 
 
| 
   
Aplikasi 
 | 
  
   
Croplamd (lahan pertanaman), range land
  (lahan penggembalaan),dan hutan 
 | 
  
   
Croplamd (lahan pertanaman), range land
  (lahan penggembalaan),dan hutan 
 | 
 
| 
   
Keterbatasan 
 | 
  
   
Ketidakakuratan untuk area-area tanpa
  kalibrasi lapangan tidak digunakan pada keadaan gully (ephemeral gully),
  masalah untuk multiple land uses pada suatu kemiringan lahan, kadang-kadang
  overestimasi, tidak bias digunakan untuk prediksi sedimentasi deposition,
  tidak untuk menghitung distribudi spasial sedimen pada lerenng bukit (hill
  slope) 
 | 
  
   
Hubungan empiris dimasukkan untuk
  menyederhanakan persamaan 
 | 
 
| 
   
Keuntungan 
 | 
  
   
Sederhana, diterima dan digunakan secara luas 
 | 
  
   
Divalidasi untuk Negara-negara di daerah
  tropis, menggunakan run off untuk menghitung erosi 
 | 
 
| 
   
Fasilitas computer 
 | 
  
   
Ya atau tidak 
 | 
  
   
Ya 
 | 
 
| 
   
Out put 
 | 
  
   
Rata-rata
   erosi  jangka  panjang
   per  unit
  area 
 | 
  
   
Konsentrasi sedimen per kejadian hujan 
 | 
 
Sumber: disarikan dari
ICRAF, 2001
2.3 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Perkiraan erosi dan kedalaman tanah
dipertimbangkan untuk  memprediksi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) untuk setiap
satuan lahan.  Kelas Tingkat Bahaya Erosi diberikan pada tiap satuan lahan
dengan  matriks yang mengguanakan informasi solum tanah dan perkiraan
erosi  menurut Rumus USLE. 
Tabel 7. Kelas
tingkat bahaya erosi
| 
   
Solum tanah (cm) 
 | 
  
   
Kelas erosi 
 | 
 ||||
| 
   
I 
 | 
  
   
II 
 | 
  
   
III 
 | 
  
   
IV 
 | 
  
   
V 
 | 
 |
| 
   
Erosi (ton/ha/thn) 
 | 
 |||||
| 
   
<15 
 | 
  
   
15-60 
 | 
  
   
60-180 
 | 
  
   
180-480 
 | 
  
   
>480 
 | 
 |
| 
   
Dalam 
>90 
 | 
  
   
SR 
0 
 | 
  
   
R 
I 
 | 
  
   
S 
II 
 | 
  
   
B 
III 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
 
| 
   
Sedang 
60-90 
 | 
  
   
R 
I 
 | 
  
   
S 
II 
 | 
  
   
B 
III 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
 
| 
  
 
30-60 
 | 
  
   
S 
II 
 | 
  
   
B 
III 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
 
| 
   
Sangat dangkal 
<30 
 | 
  
   
B 
III 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
  
   
SB 
IV 
 | 
 
Sumber : Departemen Kehutanan. Direktorat
Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi (1998)
Keterangan :
0 – SR = Sangat Ringan; I – R =
Ringan; II – S = Sedang; III – B =
Berat; IV – SB = Sangat Berat
III.            
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Prediksi terjadinya suatu erosi dapat dihitung menggunakan metode USLE
berdasarkan dari erosivitas hujan, erodibitas, erodibilitas, panjang dan
kemiringan lereng, pengolahan tanah dan jenis tanaman serta dengan perhitungan
metode GUEST.
3.2  Saran
Suatu perhitungan prediksi erosi perlu ketelitian dan
pemilihan metode yang tepat dalam menganalisa besarnya laju erosi pada suatu
lahan berdasarkan bentuk lahan tersebut dan faktor-faktor pendukungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air.
Pembrit. IPB/IPB Pros. Cetakan ke tiga.
Dargama, Bogor.
Asdak,  C.  1995.
 Hidrologi  dan
 Pengelolaan  Daerah  Aliran  Sungai.  Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.
Direktorat
Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.
Haerdjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
ICRAF (International Center for Research
AgroForestry). 2001. Modelling Erosion
at  Differrent  Scales,
 Case
 Study
 in
 The  Sumber
 Jaya
 Watershed,
Lampung, Indonesia. Internal Report (Unpublished). Bogor. 84p.
Purwowidodo.
1999. Pokok-pokok Bahasan Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Laboratorium
Pengaruh Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Vadari, et. al. 2011. Model Prediksi
Erosi.(http//:www.berlereng.blog.com). Diakses pada tanggal 10 Nopember
2013 pukul 20.00 WIB.