“Cerri, gimana? Kamu masih belum berani juga untuk kenalan sama dia?” tanya
Krystie, Ia adalah temanku yang paling setia sekaligus cerewet dan tidak
henti-hentinya mendesak aku untuk berkenalan dengan orang itu.
“aku nggak berani Krys, dia nggak seperti anak laki-laki yang lainnya. Dia
itu...”
“misterius kan maksudnya? Aku udah bosen dengar alasan kamu itu.” sela Krystie
secepat kilat. Ia mendengus kesal dan memasang wajah bete.
“sudahlah Krys, lagipula aku tidak berharap lebih darinya. Aku hanya mengagumi
kemisteriusannya saja, jadi, cukup bagiku untuk menyukainya tanpa harus Ia
mengetahuinya.” ucapku lalu menampilkan seulas senyum manis yang dibuat-buat.
Krystie yang saat itu sedang berbaring ditempat tidurku langsung bangkit dan
duduk disampingku. “kau memang bodoh sekali Cerri.” Katanya.
Aku tidak marah. Aku sadar bagaimana jika aku diposisi Krystie, sebagai seorang
sahabat yang selalu mendengarkan curahan hatiku, Ia tentu merasa kesal karena
mempunyai sahabat yang bodoh dan penakut seperti diriku. Wajar jika Krystie
berkata begitu, mungkin kesabarannya dalam menghadapi sikapku sudah sampai pada
puncaknya. Ini pertama kalinya aku menyukai seseorang. Pria yang sedari tadi
aku dan Krystie bicarakan adalah Joe, nama panjangnya yaitu Jonathan Andrews.
Joe adalah teman sekelasku saat duduk dibangku SMA kelas 10. Sejak pertama
melihatnya aku langsung mengaguminya, tetapi bukan karena faktor wajah
tampannya saja, namun sifatnya yang dingin dan misterius membuat aku semakin
menyukainya. Sayangnya, ketika menginjak kelas 11 kami harus berpisah. Meskipun
kami berada dijurusan yang sama yaitu IPA, tapi kelas kami berbeda. Namun
takdir kembali mempertemukan aku dengan Joe. Dikelas 12 kami sekelas dan aku
merasa sangat senang. Tetapi entahlah, walaupun sekelas, Joe dan aku juga sama
sekali tidak pernah berbicara. Semua orang dikelasku sudah pernah berbicara
dengannya meskipun hanya beberapa kalimat, aku juga ingin seperti mereka!
***
“Cerri, ini tugas Kimia milikku.” Ujar seseorang yang amat aku hafal suaranya.
Aku yang tadinya sedang tertidur, meletakkan kepalaku dengan malas di atas meja
sambil menutupi wajah dengan cardigan lalu seketika terbangun dan menatapnya
yang berdiri tepat dihadapanku. Jonathan Andrews! Ia akhirnya berbicara
dengankku!
“o-oh, i-iya, terimakasih.” Kataku gelagapan.
Dan tanpa aku sadari kini Krystie tengah berdiri disamping Joe. Ia mengedipkan
satu matanya kearahku. “Joe, ada beberapa hal yang ingin Cerri sampaikan
kepadamu. Bisakah kau bertemu dengannya seusai jam sekolah nanti di taman
belakang?” oh my God! Krystie rupanya benar-benar sudah gila. Ia tidak bisa
lagi menahan rasa kesalnya, d-dan berani-beraninya Ia mengatakan hal itu.
Tetapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, lagipula, aku yakin Joe juga tidak
akan mau. Ia adalah orang yang sibuk. Kesehariannya selalu diisi dengan bermain
futsal bersama teman-temannya. Jadi, untuk gadis seperti aku rasanya tidak
layak memohon kepada Joe agar meluangkan sedikit waktunya.
“Ok.” Jawabnya singkat kemudian berlalu menuju tempat duduknya. Aku hampir tidak
percaya bahwa Joe baru saja mengatakan ‘Ok.’ Ia memenuhi permintaan konyol yang
dibuat oleh Krystie.
“ohlala~ Cerri my bestfriend, kau sungguh beruntung! Ini berarti, Joe mungkin
saja mempunyai perasaan terhadapmu!” Aku tidak mengerti maksud perkataan
Krystie. Joe mungkin saja mempunyai perasaan terhadapku? Itu tidak mungkin
terjadi.
“apa maksudmu? Apa kau sudah gila Krys?” aku kembali meletakkan kepalaku di
atas meja dan bersiap untuk tidur. Arah pembicaraan Krystie aku rasa sudah
melayang ke benua Eropa. Ia semakin ngelantur.
Krystie menggembrak mejaku ringan lalu berbisik. “kau tau tidak? Aku berkata
seperti itu kepada Joe karena hanya ingin mengetesnya saja. Aku mendapat info,
hari ini sehabis pulang sekolah Ia harus menghadiri latihan futsal dan tidak
boleh sampai telat, hukumannya bagi yang telat adalah dicadangkan. Tetapi,
buktinya, Joe mengiyakan untuk mendengarkan hal yang ingin kau sampaikan Cer!
Jadi, aku harap kau tidak mengacaukan rencana yang sudah kubuat dengan sangat
sempurna. Lakukan yang terbaik. Katakan apa isi hatimu yang sebenarnya padanya,
setelah itu kalau kau malu, kau boleh menghilang dari hadapannya.”
***
Dengan langkah yang kaku aku terus berjalan melalu koridor sekolah menuju taman
belakang sekolah. Aku benar-benar sangat gugup saat ini! Aku tidak tahu mau
memulai pembicaraan dari mana. Andai saja Krystie bisa menemani aku lalu
mengumpat dari belakang tembok sambil memperhatikanku, mungkin aku bisa sedikit
lebih rilex. Tetapi, kenyataannya Krystie sudah pulang terlebih dahulu. Ia
bilang bahwa mamanya meminta Ia membantu untuk memasak makan malam bersama
dengan keluarga besarnya. So, I’m totally alone here.
Murid-murid pun sudah hampir tidak kelihatan, seluruhnya sudah kembali ke rumah
masing-masing. Hanya beberapa yang aku lihat masih berada di dalam kelas karena
sedang mengerjakan tugas kelompok dan semacamnya. Aku semakin gemetaran.
Keringat dingin mulai mengalir dari wajahku, aku sudah berada di gerbang taman
belakang sekolah, aku hanya perlu membukanya untuk melihat Joe yang mungkin
berada di sana.
*Kriet*
Itu dia Joe! Tetapi ia tidak sendiri. Aku rasa sebentar lagi pipiku akan basah
dibanjiri oleh air mata. Aku sungguh tidak ingin melihat hal ini. Kenapa harus
aku yang menjadi saksi? Ini benar-benar menyayat hatiku. Rasa cintaku pada Joe
hancur menjadi kepingan. Bodohnya, bukannya lekas pergi tapi aku terus berdiri
terpana. Benar seperti apa yang dikatakan Krystie kalau aku ini memang bodoh.
Bahkan disaat Joe sedang bericuman dengan Arissa, wanita yang paling cantik disekolahku,
aku tidak berkutik dan hanya mematung dengan mata terbelalak digenangi air
mata.
“Cerri?!” sahutnya lantang. Ah, rupanya Joe sadar bahwa aku memata-matainya. Ia
melepaskan bibirnya yang terpaut dengan Arissa lalu dengan terburu-buru
menghampiriku.
Yang lebih menyedihkan lagi, aku bukannya lari dan menjauh dari sana karena
telah mengganggu kebahagian mereka, tetapi malah terdiam tak dapat bergerak
barang sesenti.
“Cerri, aku ingin menjelaskan sesuatu, tolong dengarkan aku dulu.” Nada suara
Joe yang memelas memasuki telingaku. Aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas
tetapi aku tidak meresponnya, aku hanya membisu di tengah kejadian yang
memilukan ini.
“aku menyukaimu Cerri.”
Perkataan macam apa itu? aku tertawa sumbang dalam hati. Kalau kau menyukaiku,
mengapa kau mencium wanita lain dengan sangat mesra? Lagi-lagi aku tidak menanggapi
apa yang Joe ucapkan.
Pria itu memegang kedua pundakku dan menggoncang-goncangkannya. “katakan
sesuatu Cerri! Aku tau saat ini kau kecewa kepadaku, jika itu yang ada di dalam
hatimu, katakanlah!” nada suara Joe semakin meninggi. Wajahnya memerah menahan
kesal karena aku tidak memberikan reaksi apapun.
Aku menundukkan kepalaku menghadap rerumputan. Aku menarik nafas sebanyak
mungkin lalu menatapnya dan berkata. “kau bukan siapa-siapaku, untuk apa aku
harus kecewa? Maaf aku mengganggu kesenanganmu. Silahkan lanjutkan.” Aku harap
perkataanku cukup meyakinkan. Aku membalikan badanku dan melangkah pergi dari
tempat terjadinya peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan.
Baru 3 langkah aku berjalan, seseorang yang sudah pasti adalah Joe
menghentikanku. Ia menggenggam pergelangan tanganku dengan kencang, kemudian
menariknya. Seperti sedang berdansa, aku yang tadinya memunggungi pria itu
seketika berputar 360°. Joe melingkarkan tanganya pada pinggangku, Ia menahan
agar aku tidak terjatuh kebelakang dan berakhir dengan membenturkan kepalaku.
Pose semacam ini, yang biasanya hanya aku lihat di film, yang biasanya aku
bayangkan, yang selalu aku impikan, andai aku bisa merasakan hal romantis
seperti itu, walau hanya sekali dalam hidupku aku ingin impianku menjadi
kenyataan. Sekarang, apa yang aku harapkan sudah terjadi, dan orang yang sangat
istimewa bagiku yang memperlakukan aku seperti adegan di film-film tersebut.
“Arissa tiba-tiba saja datang kepadaku dan ia berkata bahwa ia akan berhenti
menghalangi setiap wanita yang mendekatiku kalau aku mau menciumnya. Saat itu
aku berfikir, aku melakukannya hanya untukmu Cerri. Dan Arissa adalah alasan
mengapa selama ini aku tidak berani mendekatimu, aku tidak ingin terjadi
sesuatu padamu. Ia bisa saja melukaimu kalau Ia tau kau menyukaiku, dan
terlebih lagi aku juga menyukaimu. Ia pasti tidak akan melepaskanmu.” Jelas
Joe.
Jadi, selama ini semua karena Arissa? “bagi Arissa apa arti dirimu untuknya?”
“bagiku Joe adalah cahaya yang menerangi gelapnya hidupku.” Sahut suara itu.
Ah, Arissa masih di sana ternyata. “Aku sudah mengenalnya sejak kecil, jadi dia
adalah milikku. Tidak ada yang boleh dekat dengannya selain aku.”
“aku tidak pernah menyukaimu Arissa! Wanita yang ada di didalam hatiku hanya
Cerri seorang!” kata Joe setengah berteriak.
Aku tidak tahan dengan hal ini. Aku tidak ingin lagi terlibat. Aku ingin keluar
dari lingkaran yang selama ini aku masuki. Aku melepas pertahanan Joe dan
berlari menjauh dari sana.
Dari kejadian itu aku sadar. Tidak semua yang aku ingini menjadi milikku.
Banyak orang di luar sana yang berebut akan satu hal yang sama, dan yang lebih
parah, orang yang diperebutkan tersebut tidak tau bahwa selama ini Ia telah
menyakiti hati orang yang memperebutkannya karena Ia tidak berani memilih satu
diantaranya. Aku mengalah, aku mundur. Aku akhirnya sadar bahwa aku selama ini
tidak yakin dengan perasaanku kepadaku Joe. Jika aku benar-benar menyukainya
aku pasti mempertahankannya, aku pasti tidak akan pergi dari tempat itu,
berdiri di samping Joe dan memihak kepadanya.
***
“kau sudah puas, hah?” tanyaku menantang.
Pria di depanku ini tertawa riang lalu kemudian menyeruput teh hangat
dihadapannya. “aku senang kau akhirnya mau menceritakan tentang masa lalu mu
Cerri. Pantas saja selama ini aku seperti merasa dinomer duakan, ternyata
karena Jonathan Andrews, si cinta masa lalu kekasihku ini.”
“sudahlah Pierre, jangan menggodaku terus! Itu hanya masa lalu, kau tau?” aku
merapatkan mantelku dan menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku di dekat
perapian karena udara musim dingin di Paris semakin parah. Pierre pun
ikut-ikutan melakukan hal yang sama sepertiku.
Pria bermata hijau pudar itu tiba-tiba menggapai tanganku dan menggenggamnya,
Ia menatap lurus mataku. “lihatlah aku seorang. Jangan menoleh ke belakang, ke
kiri, atau ke kanan. Aku akan selalu berada disisimu. Cerri, ingatlah
kata-kataku, kau hanya akan memandang ke depan bersamaku.” Lalu Pierre
menarikku masuk kedalam pelukannya. Ia mendekapku erat dan membelai lembut rambutku.
Aku tersenyum, mengela nafas dalam rangkulan hangat Pierre. “kau tidak perlu
khawatir. Semua yang aku ceritakan hanya tinggal kenangan. Dari awal aku hanya
melihat kearahmu. Aku tidak pernah menoleh ke belakang atau kemana pun karena
aku tidak hidup di masa lalu, tetapi aku hidup di masa depan, dan masa depanku
adalah dirimu.”
“merci beaucoup mon amour, Je t’aime.” Pierre melayangkan sebuah kecupan
dibibirku dan malam itu aku sepenuhnya sadar bahwa memang seperti ini jalan
hidupku. Terasa getir di awal, tetapi manis di akhir.
THE
END